Banjarbaruklik – Sebanyak 30 peserta ikuti Lokakarya Sastra Lisan Kalimantan yang diselenggarakan oleh Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan, Senin (17/10/2022).
Ketua pelaksana Dr Titik Wijanarti mengatakan, kegiatan lokakarya sastra lisan ini digelar selama satu hari dengan menghadirkan peserta dari berbagai kalangan.
“Peserta daei berbagai elemen masyarakat yakni tokoh, budayawan, penutur bahasa baik Banjar maupun Bakumpai serta guru muatan lokal,” ucapnya.
Pada lokakarya kali ini juga menghadirkan tiga narasumber baik dari budayawan Banjar maupun Bakumpai yakni Prof H Rustam Effendi M Pd Phd, Nasrullah dan Setiabudi PhD.
“Tujuan kegiatan ini ialah untuk menjaring data pemetaan bagi kami sebagai langkah awal sebelum melaksanakan revitalisasi bahasa daerah di tahun 2023,” jelasnya.
Masih kata Titik, sesuai dengan program kerja Balai Bahasa pada tahun 2023 akan menyelenggarakan revitalisasi bahasa daerah, meliputi dua bahasa yakni Banjar dan Bakumpai.
“Pada kegiatan ini kami harapkan dapat memberikan rekomendasi kepada kami tengtang langkah-langkah yang bisa diambil untuk revitalisasi bahasa daerah,” harapnya.
Perlu diketahui, revitalisasi bahasa daerah merupakan salah satu program unggulan dari Kementrian Pendidikan Riset dan Teknologi.
Ia juga berharap pihaknya mendapat rekomendasi pemetaan bahasa yang meliputi tiga hal yaitu pemetaan pesebaraan kantong-kantong masyarakat Banjar dan Bakumpai, pemetaan terkait gendre sastra lisan yang masih ada dan hidup di lingkungan masyarakat Banjar dan Bakumpai serta pemetaan orang-orang yang masih menjadi penutur sastra lisan.
“Tiga hal tersebut jadi dasar kami untuk melaksanakan Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD)di tahun depan,” tutupnya.
Sementara itu, salah seorang peserta Aliansyah Jumbawuya yang merupakan budayawan mengakui bahwa sastra lisan saat ini sudah mulai terkikis karena perkembangan zaman.
“Salah satu contohnya saja di Hulu Sungai ada sastra lisan yakni Baturai Pantun. Dulu masih sering dijumpai saat lamaran masing-masing perwakilan dari mempelai akan berpantun. Namun, belakangan ini tradisi itu semakin hilang,” jelasnya.
Menurutnya, jika tradisi tersebut tidak dilestarikan maka lambat laut akan tenggelam. Dengan adanya acara seperti ini ia berharap yang tadinya hampir punah bisa bangkit kembalikembali.
“Untuk mewujudkan itu tentu perlu kerja sama dari berbagai pihak terkait baik dari institusi pemerintah, penggiat sastra, guru serta masyarakat itu sendiri,” tuntasnya. (Adl)