Adian Napitupulu Angkat Bicara, Soal Kabar Minta Kursi Komisaris BUMN

Waktu Baca : 3 menit
DISKUSI VIRTUAL – Adian Napitupulu  angkat bicara soal komisaris BUM, saat diskusi virtual Bincang Santai bersama Adian Napitupulu di channel youtube kamis (23/7) tadi.

Banjarbaruklik – Adian Napitupulu akhirnya angkat bicara, terkait kabar Adian dan aktivis 98 yang meminta jabatan kursi komisaris BUMN, ke Presiden Joko Widodo beberapa waktu ini.

Hal ini diungkapkannya secara terbuka, dalam diskusi virtual Bincang Santai bersama Adian Napitupulu di channel youtube kamis (23/7) tadi.

Adian mengungkapkan, dirinya tidak pernah meminta jabatan tersebut. Sebaliknya, Presiden Joko Widodo yang meminta dirinya, untuk menyerahkan nama-nama dari relawan, partai politik, atau aktivis 98 yang pantas menjadi komisaris di BUMN.

Adian menegaskan, tidak pernah mengajukan nama komisaris ke Erick Thohir. Dia hanya mengajukan nama komisaris ke Presiden Joko Widodo (Jokowi), hal itu pun karena diminta oleh Jokowi.

“Saya tidak memberikan ke dia (Erick Thohir). Saya memberikan ke Presiden, Kenapa? Sebab, diminta. Saya memberikan ke Mensesneg. Kenapa? Sebab, diminta,” ucapnya saat bincang santai.

Adian menjelaskan, Jokowi meminta sejumlah nama untuk menjabat kursi komisaris BUMN. Hal ini disampaikan dalam pertemuan pada 2018-2019 lalu. Ada tiga pertemuan Jokowi dengan para aktivis 98, Adian ikut hadir.

Pada pertemuan terakhir, yaitu 16 Juni 2019, Adian dan aktivis 98 lainnya mengungkapkan bahwa perjuangan Jokowi setelah menang Pilpres 2019 akan banyak tantangan. Mereka pun bertanya apa yang bisa dilakukan untuk Jokowi.

Terangnya, kala itu Jokowi meminta aktivis 98 membantu dirinya. Ada banyak posisi yang bisa diisi, mulai dari menjadi menteri, duta besar, hingga menduduki kursi direksi atau komisaris BUMN.

“Ada pidato terbuka juga di Hotel Sahid Jaya, tentang kesempatan teman-teman 98 jadi menteri, duta besar, atau komisaris BUMN. Hal ini bisa dicek di berita beberapa media, channel youtube, seperti chanel Kompas TV. Kami enggak minta, tapi kami diminta dan ditawarkan. Kalau mau, (kata Jokowi) serahkan nama-namanya ke Mensesneg,” ungkapnya.

Dijelaskannya, setelah pertemuan 16 Juni 2019 itu, tidak ada lagi pembahasan antara Jokowi dan Adian soal posisi kosong tersebut. Adian mengaku hanya bertemu Jokowi, saat pelantikan Jokowi sebagai Presiden Indonesia untuk kedua kalinya, 20 Oktober 2019 lalu.

“Kemudian tiba-tiba 30 Oktober, saya dapat pesan  WhatsApp dari Istana, meminta long list (daftar panjang) untuk komisaris dan dubes. Dua sampai tiga hari saya antar (berikan nama-nama itu). Nah, saya enggak mau seolah-olah kami meminta, tapi diminta,” terangnya.

Adian juga menjelaskan, nama-nama yang diminta tersebut bukan dipilih secara asal dan acak. Tapi tetap mempertimbangkan syarat standar, mulai dari tingkat pendidikan dan kemampuan lainnya. Dia percaya nama-nama tersebut bisa diandalkan.

Selain itu tambahnya, Jokowi meminta nama-nama tersebut berasal dari perwakilan setiap daerah untuk kursi komisaris BUMN. Alasannya, karena harus ada perwakilan putra daerah, di mana BUMN tersebut beroperasi.

Hal tersebut juga pernah diminta Jokowi ke Adian, usai terpilih menjadi Presiden RI di periode pertama 2014 silam. Ada 12 sampai 13 Provinsi yang tersebar. Pasalnya selama ini, menurut Adian, yang terjadi adalah bisnis perusahaannya dilakukan di daerah, tapi kantornya di Jakarta, begitu pun komisarisnya.

“Kenapa ini jadi penting? Andai ada 2 ribu komisaris tapi semua tinggal di Jakarta, kalau tiap komisaris rapat 4 kali dalam sebulan biayanya Rp 20 juta per orang dikalikan 2 ribu orang, sudah Rp 40 miliar per bulan. Jadi ini bagaimana agar hemat anggaran,” pungkasnya.(zai)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *